https://journal.unsuri.ac.id/index.php/clj/issue/feedCLJ: Celestial Law Journal2024-08-06T07:25:48+00:00Aris Nurullahcelestiallawjournal@gmai.comOpen Journal Systems<p><strong>CLJ: Celestial Law Journal, <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20230403290010341">2987-2529 (Online - Elektronik)</a></strong>is a scientifically reviewed journal published by the Islamic Family Law Study Program, Faculty of Islamic Religion, Sunan Giri University, Surabaya, Indonesia. Published twice a year in April and October. Journals are research articles (quantitative or qualitative research approaches), literature studies or studies that are seen as contributing to the development of Law and Fiqh.</p>https://journal.unsuri.ac.id/index.php/clj/article/view/411ANALISIS HUKUM BITCOIN DALAM KONTEKS HUKUM ISLAM2024-04-22T02:59:23+00:00Nailatur Rahmah Izzatizaaizzati29@gmail.comImron Mustofaimron_mustofa@uinsa.ac.id<p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Saat ini, dampak globalisasi sangat kuat, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan komunikasi yang berkembang pesat. Dunia mengalami perubahan yang mengarah pada era baru, mengajak untuk mengikuti perkembangan ini, termasuk Indonesia. Di sektor ekonomi, transaksi jual beli menjadi aspek penting, terutama karena perkembangan pesat dalam hal ini, di mana pembeli dan penjual tidak harus bertemu langsung, melainkan dapat dilakukan melalui internet atau dunia maya, memungkinkan transaksi kapan dan di mana saja. Sebagian masyarakat beralih dari uang konvensional ke mata uang digital ya.ng dijaga oleh kriptografi, dengan Bitcoin menjadi salah satu yang paling terkenal. Namun, penggunaan Bitcoin menimbulkan berbagai polemik, termasuk di Indonesia, karena belum ada pengakuan resmi dan regulasi yang jelas. Dalam Islam, ulama masih memperdebatkan apakah Bitcoin dapat dianggap halal atau haram ketika dianalisis berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, dan sumber-sumber Islam lainnya.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci : Bitcoin, Digital Currency, Hukum Islam.</p>2024-04-25T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2024 CLJ: Celestial Law Journalhttps://journal.unsuri.ac.id/index.php/clj/article/view/518Peran Hakim dalam Menilai Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Perkara Pencemaran Nama Baik2024-08-05T17:31:51+00:00aris nurullahnadinemaliqe@gmail.com<p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Dalam menilai keabsahan alat bukti elektronik dalam kasus pencemaran nama baik, hakim memiliki peran yang sangat penting. Berikut adalah beberapa aspek yang menunjukkan peran hakim dalam menilai keabsahan alat bukti elektronik.</p> <p>Pencemaran nama baik merupakan tindak pidana yang serius dan diatur dalam beberapa pasal hukum pidana dan teknologi informasi. Hal ini adalah menjadikan permasalahan tersendiri, mengingat diera digitalisasi hampir semua komunikasi (masa dan/atau pribadi) tidak akan pernah terlepaskan dengan ketergantungan alat komunikasi digital.</p> <p>Dalam menilai keabsahan alat bukti elektronik dalam kasus pencemaran nama baik, hakim memiliki peran yang sangat penting. Hakim harus memiliki pengetahuan teknis yang cukup, menggunakan ahli digital forensik, melakukan autentifikasi alat bukti elektronik, dan memahami pengaturan perundang-undangan terkait. Dengan demikian, hakim dapat menilai keabsahan alat bukti elektronik dengan tepat dan memastikan bahwa proses pembuktian berjalan dengan adil dan transparan. </p> <p>Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pencemaran nama baik, termasuk Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.</p> <p>Keyword : Hakim, Alat Bukti, Pencemaran Nama Baik</p>2024-04-25T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2024 clj : Celestial Law Journalhttps://journal.unsuri.ac.id/index.php/clj/article/view/412DONOR SPERMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN HUKUM INDONESIA2024-04-22T02:59:23+00:00eka desianaekadesianaputri641@gmail.comImron Mustafaimron_mustofa@uinsa.ac.id<p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Kemajuan teknologi dibidang medis terutama bidang reproduksi sudah mulai banyak muncul. Salah satu kemajuannya adalah donor sperma yang bertujuan untuk membantu pasangan yang mengalami masalah dalam mendapatkan keturunan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perspektif islam terhadap kemunculan fenomena “donor sperma’’. Tulisan ini menggunakan metode penelitian library research. Hasil tulisan ini menunjukan bahwa donor sperma dalam perspektif islam, tidak diperbolehkan kecuali berasal dari suami dan istri yang bersangkutan. Sedangkan menurut hukum Indonesia belum jelas hukum nya jika dari sperma pihak ketiga. Artikel ini menyajikan tinjauan tentang donor sperma, termasuk proses seleksi donor, persyaratan kesehatan yang harus dipenuhi oleh donor, prosedur pengumpulan dan penyimpanan sperma, serta pertimbangan etis dan hukum yang terkait dengan praktik ini. Selain itu, artikel ini juga membahas beberapa isu kontroversial yang muncul seputar donor sperma. Sperma donor dapat memberikan harapan bagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak secara alami atau bagi individu yang ingin menjadi orangtua tunggal. Namun, praktik donor sperma juga melibatkan berbagai aspek etika, hukum, dan psikologis yang perlu dipertimbangkan dengan cermat.</p> <p> </p> <p>Keywoard: Donor sperma, Perspektif, Islam, Hukum, Indonesia.</p>2024-04-25T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2024 CLJ: Celestial Law Journalhttps://journal.unsuri.ac.id/index.php/clj/article/view/520Hukum Nikah Muhalil (Studi Komparatif Perspektif Imam Syafi’I dan Imam Ahmad Bin Hanbal)2024-08-06T04:25:29+00:00Yuni Anggraini Anggrainiyunz0434@gmail.comImron Mustofa MustofaImron_mustofa@uinsa.ac.id<p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Perlu diperhatikan bahwa perbedaan pendapat sering terjadi dalam konteks hukum Islam. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji pandangan dua tokoh besar, yaitu Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, terkait praktik nikah muhalil. Dikarenakan perbedaan pendapat yang signifikan, penelitian ini bertujuan untuk memahami hukum yang berkaitan dengan nikah muhalil. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode <em>library research</em>. Data diperoleh dari sumber primer dan sekunder, termasuk situs web resmi. Penelitian ini juga mencakup perbandingan pandangan antara Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal terkait nikah muhalil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam pandangan hukum tentang nikah muhalil. Persamaannya terletak pada penggunaan dalil hadis yang sama, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi. Namun, perbedaannya terletak pada penilaian terhadap niat untuk melakukan tahlil, di mana Imam Syafi’i menganggapnya sebagai makruh, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal menghukumi sebagai haram.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci:<em> Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Nikah Muhalil.</em></p>2024-04-25T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2024 CLJ: Celestial Law Journalhttps://journal.unsuri.ac.id/index.php/clj/article/view/521Sistem Mu’athah dalam Transaksi Vending Machine Menurut Pandangan Imam Abu Hanifah2024-08-06T04:48:15+00:00Tajuddin Nabil Almahdi Almahditajuddinnabils@gmail.comImron Mustofa Imron MustofaImron_mustofa@uinsa.ac.id<p><strong>Abstrak </strong></p> <p>Jual beli menggunakan sistem <em>mu'athah</em> adalah transaksi di mana kedua belah pihak sepakat tentang harga dan barang yang dilakukan melalui tindakan langsung tanpa mengucapkan akad <em>ijab</em> dan <em>qabul</em>. Namun, terkadang salah satu pihak mengucapkan akad dalam proses tersebut. Adanya perkembangan teknologi di era sekarang telah mengubah cara berbisnis terutama dalam transaksi jual beli. Transaksi sekarang dapat dilakukan dengan lebih praktis di mana pelaksanaannya bahkan tidak lagi memerlukan <em>ijab</em> dan <em>qabul</em> seperti dulu. Transaksi jual beli menggunakan sistem <em>mu'athah</em> sendiri sebenarnya sering terjadi dalam kehdupan sehari-hari seperti praktik jual beli melalui <em>vending machine</em>, swalayan, dan lain sebagainya. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa jual beli dengan sistem ini diperbolehkan, karena transaksi jual beli dianggap sah jika terjadi kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak. Beliau berargumen bahwa transaksi jual beli dengan sistem <em>mu'athah</em> dapat dilakukan melalui tindakan atau perbuatan jika sudah menjadi praktik umum yang dikenal luas oleh masyarakat. Karena telah dikenal luas oleh masyarakat, hal tersebut dapat menunjukkan adanya kesepakatan atau ridha, baik dari kedua belah pihak maupun dari satu pihak saja terhadap tindakan atau perbuatan yang terjadi.</p> <p> </p> <p>Kata Kunci :<em> Imam Abu Hanifah, Jual Beli, Sistem Mu’athah.</em></p>2024-04-25T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2024 CLJ: Celestial Law Journalhttps://journal.unsuri.ac.id/index.php/clj/article/view/523Pembagian Maqashid al-Syari’ah berdasarkan pengaruhnya terhadap umat manusia (Dharuriyyat, Hajiyyat dan Tahsiniyat)2024-08-06T07:25:48+00:00Mohammad Rasikhul Islam Islamrosikhulislam@gmail.com<p>Abstrak</p> <p> </p> <p>Kerangka Maqashid Syari’ah dibagi menjadi; (1) <em>al-Dharuriyah</em> (kebutuhan primer), adalah penegakan kemaslahatan agama dan dunia. Selanjutnya, Dlaruriyah terbagi menjadi lima poin yang biasa dikenal dengan al-kulliyat al-khamsah, yaitu; (a) memelihara kemaslahatan agama (<em>Hifdzu al-Din</em>), (b) memelihara jiwa (<em>Hifdzu al-Naf</em>s), (c) memelihara terhadap akal (<em>Hifz al-Aql</em>), (d) memelihara terhadap keturunan (<em>Hifdzu al-Nasl</em>), (e) memelihara harta benda (<em>Hifdzu al-Mal</em>). (2) <em>al-Hajiyaat </em>(kebutuhan sekunder), adalah didefinisikan sebagai hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan kemudahan dan menghilangkan kesulitan yang dapat menyebabkan bahaya dan ancama. (3) <em>al-Tahsiniyah </em>(kebutuhan tersier), adalah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari yang buruk sesuai dengan apa yang telah diketahui oleh akal sehat.</p> <p>Kata Kunci : Maqashid Syari’ah, <em>Al-Dharuriyah, </em><em>Al-Hajiyah, Al-Tahsiniyah</em>.</p> <p> </p>2024-04-25T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2024 CLJ: Celestial Law Journal